Penulis Topik: Bumi Kita Belum Tentu Bulat  (Dibaca 2345 kali)

0 Anggota dan 2 Pengunjung sedang melihat topik ini.

Offline antisymmetric

  • Moderator
  • Newbie
  • *****
  • Tulisan: 2
  • Karma: +0/-0
  • Jenis kelamin: Pria
    • Lihat Profil
    • MISTERI ILAHI
  • Agama: Islam
  • Bidang Minat Fisika: Fisika Teori
Bumi Kita Belum Tentu Bulat
« pada: Desember 14, 2019, 05:30:59 PM »
Benedictus qui venit in nomine Domini.

Bumi Kita Belum Tentu Bulat

Mungkin begitu saudara2 membaca judul treath tsb, sebagian besar dari kalian langsung mengklaim bahwa ini adalah pendapat yg **** bin aneh. Itu wajar saja mengingat sejak kecil kita telah mendapat pelajaran bahwa bumi kita ini bulat (atau lebih tepatnya berbentuk elipsoida yg berkerut). Pada jenjang pendidikan yg lebih tinggi lagi, kita semakin memperdalam dan menalar teori tsb yg mana tentu saja dgn dukungan kuat dari bukti2 eksperimental yg sangat logis, seperti: (1) perjalanan manusia mengelilingi bumi dari suatu titik awal dan kembali ke titik semula, (2) penampakan kapal laut yg sedang mendekati / menjauhi pantai, (3) penampakan awan yg se-olah2 berada di depan kita, (4) penampakan benda2 langit yg se-olah2 timbul & tenggelam, (5) pemotretan muka bumi dengan satelit, (6) aplikasi konsep pemantulan sinyal gelombang elektromagnetis (misal: telekomunikasi), dsb. Bahkan sekarang bukti2 tsb semakin diperkuat dgn berbagai model matematis yg sangat dahsyat & rapih, serta gejala2 turunannya. Dengan demikian, seakan kita tidak dapat membantah lagi mengenai kebenaran teori bumi bulat tsb. Jika kita tidak mengikutinya, niscaya kita akan terkapar dalam perhelatan sains & teknologi modern. Beberapa gejala tersebut nampaknya cukup sahih dalam mendukung teori bumi bulat. Namun sadarkah kita bahwa beberapa gejala tersebut juga dapat dipenuhi oleh lemma (usulan) bumi datar era baru?

Lemma bumi datar era baru agak berbeda dengan teori bumi datar klasik. Teori bumi datar klasik tentu tidak dpt menjelaskan gejala (5) dan (6). Alasan sederhana yg nampaknya sangat logis adalah bahwa kita tidak mungkin membantah citra bumi yg sudah jelas2 terekam kamera maupun detektor sinyal tertentu. Dgn kata lain, hasil pemotretan sangat sulit diklaim kepalsuannya.

Yg menjadi pertanyaan: apakah citra geometris suatu benda selalu menunjukkan bentuk geometris benda tsb sebenarnya? Saya berasumsi bahwa jawabannya tidak selalu demikian. Apa sebabnya? Itu karena sinyal informatif (misal: cahaya) tidak selalu merambat lurus pada tempat & waktu tertentu. Apakah kamera, detektor, bahkan mata kita memerlukan cahaya (tampak maupun tidak tampak) untuk menangkap (melihat) citra geometris suatu benda? Jawabannya: ya. Apakah ada alat / indera lain yg dpt menangkap citra geometris suatu benda tanpa perantara cahaya tsb? Jawabannya: tidak. Berarti, citra geometris suatu benda lebih tergantung pada bentuk lintasan sinyal informatif (khususnya cahaya), & bukan se-mata2 tergantung pada bentuk geometris benda tsb yg sebenarnya.

Saudara2 ingin suatu contoh? Ini salah satu contoh yg sangat sederhana. Di suatu dasar laut yg mana airnya ber-golak2 secara periodik, misalnya ada batu besar tegar (kokoh) yg tertancap di dasar laut tsb. Misalkan batu tsb tidak akan bergeser sama sekali sekalipun dihempas air di daerah dasar laut. Artinya, yg sebenarnya terjadi adalah bahwa batu tsb tetap diam. Namun, apa yg kita lihat (ketika menyelam) ternyata batu tersebut seakan ber-ubah2 bentuk (ber-goyang2). Apakah sebenarnya batu tsb ber-ubah2 bentuk? Tentu saja tidak. Lantas apa yg menyebabkan batu tsb nampak berubah wujud? Itu tidak lain karena cahaya yg dipantulkan batu tsb memberikan informasi citra geometris batu tsb kepada kita se-akan2 batu tsb ber-goyang2. Apa yg menyebabkan cahaya tsb merambat sedemikian rupa shg memberikan informasi citra yg berbeda dgn bentuk sebenarnya? Jawaban ‘yg paling aman’ adalah adanya faktor X, misalnya: perbedaan kerapatan medium yg bervariasi secara malar thd ruang & waktu, yg mana memenuhi hukum pembelokan cahaya. Namun, hukum tsb (misal: Snell) mungkin hanya berlaku pada skala ruang yg relatif kecil. Untuk skala ruang yg teramat sangat besar, mungkin hukum Snell tidak berlaku, sehingga ada baiknya saya tetap menganggap gejala tsb akibat faktor X.

Lantas, bagaimana pengaruh sinyal informatif seperti itu terhadap penampakan citra geometris bumi? Saya yakin sebagian besar dari kita sudah pernah melihat foto bumi kita ini dari berbagai sumber referensi yg sahih (misal: textbook, website, dsb) yg mana telah diakui oleh para pakar. Memang, tidak dapat dipungkiri bahwa bumi tampak lengkung di foto2 tsb. Apakah kita tetap harus percaya bahwa itulah bentuk bumi kita sebenarnya?? Jawabannya: terserah pada kepercayaan kita masing2, sebab ini sudah merupakan kebebasan kepercayaan (faith freedom). Kepercayaan yg banyak dianut orang saat ini adalah bahwa foto bumi yg bulat itu adalah benar2 foto asli bumi kita (? pro teori bumi bulat). Sedangkan kepercayaan yg sedikit penganutnya adalah bahwa foto tsb adalah palsu (hasil rekayasa) (? pro teori bumi datar klasik). Lantas, kepercayaan lain yg hampir tidak ada penganutnya adalah bahwa foto tsb adalah benar2 foto asli bumi kita tetapi mekanisme perambatan cahaya –lah yg menyebabkan bumi kita ini tampak bulat (lengkung) (? pro lemma bumi datar era baru). Saya adalah salah satu penganut kepercayaan terakhir ini. Memang, kepercayaan ini teramat sangat lemah ditinjau dari segi pengakuan publik. Namun, ternyata lemma ini pun dapat menjelaskan keenam gejala yg saya sebutkan di atas dengan asumsi bahwa perambatan sinyal informatif adalah sedemikian rupa shg se-akan2 memberikan informasi kepada kita bahwa bumi kita ini bulat.

Lantas seperti apa bentuk bumi menurut lemma ini?? Saya sendiri tidak tahu secara pasti, mengingat sampai saat ini tidak ada alat (termasuk indera kita) yg mampu merasakan keberadaan suatu benda tanpa bantuan sinyal informatif (dg ciri seperti tadi saya sebutkan). Jika bumi kita diasumsikan datar (dg kerutan tentunya), maka konsekuensinya adalah bahwa sinyal informatif harus merambat sedemikian bumi yg datar tsb tampak bulat. Barang kali bumi kita ini datar yg mana dikelilingi oleh daratan es abadi yg sangat luas & tdk mungkin dijelajahi orang (robot); serta Samudera Arktik terletak di tengah dataran bumi datar ini yg mana dikelilingi oleh benua2 & samudera2. Perhatikan bahwa pulau2 & benua2 semakin jarang ditemui di kawasan yg semakin dekat dengan es abadi tsb. Benua Amerika adalah benua yg paling dekat dg es abadi, namun itu tidak menjamin kebenaran adanya kutub selatan (benua Antartika ? Teori Bumi Bulat). Sekali lagi, perambatan sinyal informatif –lah yg memberikan kesan seakan benua Antartika itu ada. Lantas, bagaimana validitas lemma ini dengan keenam gejala yg saya sebutkan di atas?? Sekali lagi, saya tidak dpt menjawabnya, kecuali dengan jawaban terdapat faktor X sedemikian rupa shg gejala2 tsb terkesan ada. Ini adalah jawaban yg cukup ‘aman’.

Jadi, bagaimana pembuktian yg paling valid terhadap bentuk bumi yg sebenarnya??? Tentu saja kita tidak bisa menyimpulkan hal itu hanya dgn mengamati gejala2 yg mendukungnya, mengingat sesungguhnya kita tidak tahu pasti seperti apa lintasan sinyal informatif (misal: cahaya tampak) yg sampai ke detektor / mata kita. Kita dapat menyimpulkan bentuk bumi jika tangan kita ini sebesar bumi & meraba langsung bumi kita ini. Tapi, sepertinya itu hampir mustahil dilakukan.

Jika bumi kita ini memang datar (dg kerutan tentunya), maka sungguh: kita telah tertipu oleh mekanisme perambatan sinyal informatif (misal: cahaya). Dg kata lain, kita telah tertipu oleh cara kerja alam ini. Lantas, untuk apa Tuhan YME menciptakan mekanisme alam yg cukup ampuh dalam menipu kita selama ber-abad2?? Karena tidak tahu pasti, saya mencoba mengambil beberapa ayat kitab suci berikut ini. Taurat (Kej 11:1-9) menceritakan kisah Menara Babel yg dibangun oleh orang2 yg bersatu padu (tanpa ada perbedaan suku, agama, ras, bahasa, dsb) untuk menantang Tuhan YME. Mereka ingin terus bersatu padu & tidak ingin terserak ke seluruh muka bumi. Namun, Tuhan YME berkehendak lain, yaitu bahwa Beliau ingin supaya orang2 terserak ke seluruh bumi dengan variasi suku, agama, ras, bahasa, dsb yg beraneka ragam, sehingga Beliau mengacaukan bahasa mereka & menyerakkan mereka ke seluruh bumi. Lantas, pada abad2 sesudah Masehi: tokoh Galileo, lalu Newton, lalu Maxwell, lalu Einstein, lalu Feynmann, lalu Hawking, telah memperkuat ramalan bahwa bumi ini bulat, ditambah berbagai iming2 teknologi yg menjanjikan. Suatu ketika manusia berusaha menciptakan alat yg mampu melesat sampai pada ketinggian yg sangat tinggi dari permukaan bumi, sehingga memungkinkan manusia untuk melihat batas bumi & untuk mencapai ke berbagai lapisan langit. Kejadian ini persis kisah Menara Babel. Ternyata, hasil pemotretan menunjukkan bahwa bumi kita memang nampak bulat (lengkung). Mengenai kebenaran pendaratan Niel Amstrong cs di bulan, saya sendiri tidak tahu kebenaran kesaksian tersebut.

Tuhan YME telah menggagalkan pembangunan Menara Babel. Sekarang, sangat mungkin sekali Beliau tidak ingin menggagalkan upaya manusia (Babel jilid ke-2), melainkan Beliau mungkin hanya ingin menipu / mengecoh kita dgn cara memberikan kesan adanya banyak gejala yg se-olah2 ada. Barangkali ada benarnya juga ayat Al Qur’an (QS 3:54) yg berbunyi: ”Dan Allah adalah 'khairu al mukareena' : tukang tipu yg paling jitu”. Mungkin tipu muslihat ini adalah akibat dari pelanggaran kita, yg ingin mengintip Rahasia Ilahi. Taurat (Im 19:27) jelas2 melarang manusia untuk melakukan telaah atau ramalan (misal: gejala fisis). Faham SIMETRI dalam Fisika Teoritis merupakan wujud telaah atau ramalan tsb. Mungkin, menurut Alkitab Taurat, Al Qur’an, & kitab2 yg lain, tipu muslihat semacam itu se-mata2 akibat pelanggaran manusia thd Firman Im 19:27 itu. Sekali lagi, saya hanya menduga, lho.

Setau saya, tidak ada kitab suci agama apapun yg menyebutkan secara eksplisit bahwa muka bumi kita ini merupakan permukaan tertutup yg mendekati bentuk sferis (kulit bola). Kalau pun ada, setau saya hanya Alkitab (Yes 40:22) yg secara eksplisit menyebutkan bulatnya bumi, yaitu berbunyi: ”Dia Yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang; Dia Yang membentangkan langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman!”, itu belum tentu permukaan tertutup. Dalam Yes 40:22 hanya disebutkan ”di atas bulatan bumi”, & sama sekali tidak menyebutkan bahwa penduduk bumi berpijak pada permukaan tertutup yg konsentris akibat hukum gravitasi Newtonian. Mungkin, bukan bulatan bumi yg konsentris yg dimaksud dlm Yes 40:22 ini, sebab gravitasi itu hanyalah model matematis yg disusun manusia secara konsisten & ekstra hati2 untuk mempermudah analisis lebih lanjut. Jadi, gravitasi bukanlah fakta, melainkan segala gejala akibat gravitasi itu lah yg merupakan fakta. Semoga saudara2 dpt membedakan kedua hal ini.

Mari kita merenungkan & mengkritisi kisah2 dlm kitab suci beberapa agama yg tidak mendukung teori bumi bulat. (1) Dalam Alkitab Perjanjian Lama: diceritakan tentang diangkatnya nabi Elia (Ilyas) ke surga menggunakan kereta api berkuda terbang ke langit. (2) Dalam Al Qur’an: dipaparkan peristiwa Isra’ Mi’raj, yg menceritakan kisah mi’raj Muhammad saw sampai lapisan langit ke-7. (3) Dalam Alkitab Injil, dipaparkan tentang terbukanya langit ketika Yesus dibabtis, serta tentang kenaikan Yesus ke surga yg disaksikan org banyak. ? Mungkin dalam Tripitaka juga dipaparkan mengenai Nirvana yg terletak di tempat yg sangat tinggi dari permukaan bumi yg datar. Tapi yg jelas beberapa contoh peristiwa sakral tsb justru lebih mendukung lemma bahwa bumi itu bukanlah permukaan tertutup yg konsentris. Tidak ada konsep gravitasi di dalamnya.

Bayangkan:, bagaimana mungkin Yerusalem sebagai kota Raja Besar terletak di muka bumi bulat & tunduk pd hukum gravitasi?? Bagaimana mungkin Ka’bah di Mekkah sebagai pusat kiblat sholat terletak di muka bumi bulat & tunduk pd hukum gravitasi?? Tentunya kita semua tidak berharap jika kedua tempat sakral tsb hanyalah sebagian kecil dari alam semesta ini (menurut teori bumi bulat), mengingat menurut teori ini: bumi hanyalah bagian yg teramat kecil dalam alam semesta ini. Tentunya kita berharap agar kedua tempat tsb menjadi pusat seluruh alam semesta. Teori bumi bulat cenderung rancu bila harus memenuhi harapan kita itu.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Saya akan membela muslimah, khususnya cewek cakep. He he he he he! Saya juga akan membela orang2 atheis, karena mereka lah yg justru selama ini dihujat oleh semua agama.

Offline Roni

  • Administrator
  • Newbie
  • *****
  • Tulisan: 37
  • Karma: +2/-0
  • Jenis kelamin: Pria
    • Lihat Profil
    • Situs Pribadi
  • Agama: Katolik
  • Bidang Minat Fisika: Fisika Matematis
Re:Bumi Kita Belum Tentu Bulat
« Jawab #1 pada: Desember 24, 2019, 01:54:44 PM »
Agnus Dei, qui tollis peccata mundi.

Misalkan dalam sistem koordinat Cartesian, pusat bumi bulat berotasi ada di titik $(0, 0, 0)\in\mathbb{R}^3$, serta posisi suatu titik $P$ adalah $(x, y, z)\in\mathbb{R}^3$, maka posisi $P$ dalam kerangka acuan bumi bulat yang berotasi dengan frekuensi sudut $\omega\in\mathbb{R}$ adalah $(x', y', z')\in\mathbb{R}^3$ pada waktu $t\in\mathbb{R}$ sedemikian rupa sehingga

\[ x' = x\cos\omega t + y\sin\omega t, ~~~~~ y' = -x\sin\omega t + y\cos\omega t, ~~~~~ z' = z. \]

Apabila dalam kerangka acuan bumi bulat yang berotasi, posisi $P$ dalam koordinat polar bola adalah $(r, \theta, \phi)$, maka

\[ r = \sqrt{x'^2 + y'^2 + z'^2}, ~~~~~ \theta = \arctan_2(z', \sqrt{x'^2 + y'^2}), ~~~~~ \phi = \arctan_2(x', y'). \]

Dengan menggunakan proyeksi stereografis terhingga, posisi $P$ menurut model bumi datar adalah $(X, Y, Z)\in\mathbb{R}^3$ sedemikian rupa sehingga

\[ X = \mathcal{R}\tanh(\tan(\theta/2))\cos\phi, ~~~~~ Y = \mathcal{R}\tanh(\tan(\theta/2))\sin\phi, ~~~~~ Z = Z_0\ln(r/R) \]

di mana $\mathcal{R}\in\mathbb{R}^+$ adalah jari-jari bumi datar, $Z_0\in\mathbb{R}^+$ adalah tetapan kesebandingan yang berdimensi panjang, dan $R\in\mathbb{R}^+$ adalah jari-jari bumi bulat.

Pemetaan $(x, y, z) \mapsto (X, Y, Z)$ merupakan transformasi koordinat bumi bulat berotasi ke koordinat bumi datar.

Benedictus qui venit in nomine Domini.



Selamat datang di forum ini. :)